Dikutip dari CNN, Senin (13/3/2023), SVB mengalami masalah klasik yaitu Bank Rush, atau penarikan dana besar-besaran oleh masyarakat. Namun ada versi lebih panjang dan rumit yang menyebabkan SVB bankrut.
Bankrutnya SVB bermula saat Federal Reserve (The Fed) mulai menaikkan suku bunga setahun lalu untuk menjinakkan inflasi. The Fed bergerak agresif, menyebabkan naiknya biaya pinjaman, hingga melemahkan momentum saham teknologi yang selama ini menguntungkan SVB.
Suku bunga tinggi juga mengikis nilai obligasi jangka panjang milik SVB dan bank lain selama era suku bunga rendah dan mendekati nol. Portofolio obligasi SVB senilai US$ 21 miliar menghasilkan rata-rata 1,79%, imbal hasil Treasury 10 tahun saat ini adalah sekitar 3,9%
Di saat bersamaan, modal ventura juga mulai mengering, memaksa para pemula menarik dana yang dipegang oleh SVB.
Rabu lalu, SVB mengambil langkah jual rugi banyak sekuritas, dan akan menjual US$ 2,25 miliar saham baru demi menopang neracanya. Hal ini memicu kepanikan di antara perusahaan modal ventura utama, yang kemudian menyarankan untuk menarik uang mereka dari bank.
Saham bank mulai anjlok pada Kamis pagi dan pada sore hari menyeret saham bank lain turun bersamaan. Investor juga mulai khawatir krisis keuangan 2007-2008 kembali terulang.
Inilah yang membuat kebangkrutan terjadi.